Breaking News
recent

[Cerita Hot] Ngentot Sahabat Itu Nikmat Banget

Kata orang, sahabatan antara cewek dan cowok adalah sesuatu yang enggak mungkin. Hmm… mungkin ada benarnya kalo melihat persahabatan aku dengan Ajeng, seorang gadis imut teman sekelasku sewaktu kuliah. Aku mulai bersahabat dengan Ajeng sejak aku masuk kuliah.


Sampai lulus kuliahpun kami tetap bersahabat. Hmm… dalam hati kecilku sebenarnya aku ingin lebih dari sahabat. Aku sangat menyukai Ajeng, gadis imut yang selalu ceria. Gadis yang tidak pernah melepaskan seyum dan tawa dari bibirnya, gadis yang selalu mewarnai mimpi indahku. Tapi sial, Ajeng selalu mengenalkan aku ketemannya sebagai sahabat. Dan lebih parahnya lagi, begitu semangatnya dia bercerita pada orang-orang kalo kami berdua tuh seperti kakak adik. Hal itu yang selalu menghalangi aku untuk menyatakan kalau aku suka padanya, bahkan lebih, aku jatuh cinta padanya.

Kejadian ini terjadi saat kami baru selesai wisuda dan sama-sama berusaha untuk mencari pekerjaan. Suatu saat ada panggilan kerja di jakarta yang aku dan Ajeng ikut dalam panggilan itu. Oh iya, aku belum bilang kalau aku tetap tinggal dibandung setelah wisuda.

Setelah menjalani test kerja, aku mengajak Ajeng ke rumahku sebentar sebelum kembali ke bandung. Orangtuaku tinggal dijakarta, tapi aku lebih memilih tinggal dibandung setelah wisuda karena aku lebih suka tinggal dibandung, relatif gak ada macet,

dan tentu saja ada Ajeng yang sangat aku sayangi di bandung. Aku mengajaknya kerumahku untuk sekedar berganti baju dan beristirahat sebelum kembali ke bandung. Sesampainya dirumahku, aku menemui rumahku kosong.

“Wah, pada kemana nih ??” kataku ke Ajeng
“Telepon aja yan !” kata Ajeng padaku
Aku mendial no hp ibuku dari ponselku.
“Ma.. Ada dimana ?” tanyaku lewat telpon saat sambungannya terhubung.
“Loh kamu pulang ? Mama sama papa jenguk adikmu” jawab mamaku lewat telpon.
Ternyata orangtuaku menjenguk adikku yang kuliah di kota lain.
“Kalo kamu mau masuk minta kunci aja sama tante erni, mama titipin kedia” suruh ibuku untuk meminta kunci ke tante erni tetangga sebelah rumahku.

“Ya udah deh, aku ambil ke tante erni”.jawabku.

Aku menutup telepon kemudian beranjak kerumah tante erni. Setelah membuka rumah, aku mengajak Ajeng masuk.

“Ajeng, kamu ganti baju aja dulu, aku mau ke kamarku sebentar” kataku ke Ajeng sambil menunjukkan kamar kecil kedia.

“Oke deh” jawabnya sambil membawa tas plastik berisi kaos ganti.

Aku masuk kekamarku dan mengganti baju disana. Saat aku keluar, ternyata Ajeng sudah selesai mengganti baju. Dia menonton tv di ruang keluarga. Ajeng mengganti bajunya dengan kaus putih favoritnya. Sebenernya aku udah pernah ngomentari dia supaya jangan pake kaus itu lagi. Soalnya kaus itu agak-agak semi transparan. Untuk deskripsinya,

kaus putih itu ada bagian yang bahannya jarang, seperti benangnya diambil. Bagian yang transparan itu membentuk garis-garis miring. Buat yang melihat kalo agak jeli dikit bisa melihat bra dan kulit mulusnya. Dan yang membuat aku gak suka, kaus kecil itu ngebentuk banget bodynya. Tubuh Ajeng memang kecil imut, tapi proporsional. Dadanya yang bulat terlihat besar dibandingkan badannya yang kecil.Untuk roknya, dia masih memakai rok tadi. Aku selalu komentarin dia kalo pake rok, soalnya dengan memakai rok pantatnya yang bulat itu terlihat semakin besar. Aku selalu berfikir dengan pinggul dan pantat begitu, pasti dia gak akan mengalami kesulitan kalo punya anak nanti.

“Lagi nonton apa ?” tanyaku ke Ajeng yang duduk disofa ruang keluarga.

“He..he..he.. gosip !” tawa renyahnya keluar saat menjawabku.

Aku duduk disebelahnya ikut menonton. Ajeng mengomentari gosip-gosip yang diberitain, aku cuma ketawa-ketawa aja ngeAjengt dia yang semangat banget mengomentari. Aku gak tau bagaimana mulanya, tangan kiriku menggengam tangan kanannya sewaktu menonton,

seiring itu kami jadi jarang berbicara, entah apa yang ada didalam pikirannya.

“Yan, aku kekamar kecil dulu ya” katanya dan segera bangkit.

Aku mengangguk dan pegangan tangan kami terlepas. Saat dia ke belakang aku menarik nafas panjang menahan gejolak hatiku. Sekembalinya dari kamar kecil, Ajeng kembali duduk disebelahku. Entah kenapa dia kembali menggenggam tanganku. Aku cuma tersenyum kepadanya. Suasana kembali hening, sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku mengelus tangannya, dia cuma tersenyum. Cukup lama aku mengelus tangan dan lengannya, akhirnya dia merebahkan kepalanya ke pundakku. Aku melingkarkan tanganku ketubuhnya, badannya jadi bersandar didadaku.

“Rambut kamu bagus” kataku memecah keheningan.

Dia cuma terseyum. Aku mengelus-elus rambut panjangnya yang harum itu. Entah apa yang ada dipikiranku, aku mencium kepalanya. Dia menoleh kepadaku tersenyum, kemudian kembali menonton tv. Keberanianku makin banyak, aku mencium kepalanya sekali lagi. Dia menoleh kearahku, kali ini aku tidak menyia-nyiakan kesempatan, aku mencium keningnya. Ajeng menggeser badannya, mendekatkan mukanya ke mukaku. Melihat itu, tanpa ragu-ragu aku mengecup bibirnya. Hmm.. ternyata satu kecupan tidak cukup, aku memagut bibirnya, Ajeng membalas ciumanku. Aku tambah semangat, apalagi Ajeng membuka mulutnya, sehingga aku bisa menyedot bibir bawahnya. Sedotanku dibalas dengan sedotannya kebibir atasku. Ciuman kami makin panas saat lidahku bermain didalam mulutnya. Ternyata dia juga membalas dengan memainkan lidahnya.

“Clop..clop..clop…” suara sedotan-sedotan ciuman kami.

Aku mendorong tubuh Ajeng untuk rebahan di sofa besar ini.Posisi kami sekarang lebih enak, Ajeng terlentang dan aku diatasnya. Dengan posisi ini, tanganku lebih bebas. Perlahan tangan kananku keletakkan di payudaranya. Aku remas perlahan.

“Hmmm…” lenguhnya agak marah.

Aku tarik tanganku, takut Ajeng marah atas kelakuanku. Setelah beberapa lama, aku beranikan lagi untuk menaruh tanganku kepayudaranya. Tiba-tiba tangan Ajeng mencengkaram tanganku yang ada di payudaranya. Aku takut sekali Ajeng marah, tapi ternyata……. Ajeng malah menekan tanganku supaya meremas payudaranya. Atas “izinnya” itu aku mulai meremas-remas payudaranya dari luar kaosnya. Ciumanku tidak lepas selama aku meremas-remas payudara kiri dan kanan bergantian. Aku memberanikan diri untuk memasukkan tanganku dari bawah kausnya. Sekarang tanganku meremas-remas payudaranya dari luar branya. Hmm… kenyal dan bulat sekali payudara yang tak pernah dijamah orang lain ini.Tak puas meremas dari luar bra, aku selipkan tanganku kedalam branya dan meremas langsung ke payudaranya.

“Akh…Akh..Akh…” lenguh Ajeng saat aku mulai meremas-remas payudaranya.

“Sebentar yan…” Ajeng bangkit.

Kemudian berusaha melepas kait branya yang berada dibelakang. Aku membantunya. Setelah terlepas, Ajeng kembali rebahan. Akumengangkat kaus Ajeng sehingga terlihat bra longgar karena sudah terlepas kaitnya. Aku angkat juga bra itu maka terlihatnya payudara Ajeng yang bulat itu. Pentilnya coklat bersih terlihat membesar.Aku memberanikan diri untuk mengecup payudaranya. Ajeng cuma terseyum. Kemudian aku mulai menyedot pentil itu sambil meremas-remasnya.

“Akhhh… Akh…Akh…” lenguhan Ajeng makin keras.

Ditambah tubuhnya makin tegang. Setiap aku menyedot payudaranya, Ajeng membusungkan dadanya supaya bisa aku sedot. Cukup lama juga aku menyedot payudaranya, tubuh Ajeng mengejang-ngejang keenakan. Nafsuku sudah naik diubu-nubun, aku sudah tidak tahan untuk menyetubuhinya, tapi aku berusaha menahan, Ajeng masih perawan. Bosan dengan menyedot-nyedot payudaranya, aku naik keatas untuk mencium bibirnya. Tangan Ajeng menuntun tanganku untuk meremas kembali payudaranya. Kali ini aku menggesek-gesekkan penisku yang masih ada didalam celana ke selangkangannya. Roknya tersingkap karena dia membuka pahanya lebar, gesekan penisku langsung ke celana dalamnya yang sudah mulai basah itu. Gesekan penisku mendapat respon, Ajeng ikut menggoyang pinggulnya sehingga gesekan kami makin hebat. Sebenarnya kalau dilihat gerakan kami sudah seperti orang yang bersetubuh, cuma bedanya kami masih memakai pakaian lengkap, cuma kaos Ajeng yang terangkat karena aku meremas payudaranya langsung. Aku membuka kancing celanaku, membuka reslting dan mengeluarkan penisku. Setelah penisku keluar, aku menusuk-nusukkan penisku ke celana dalamnya yang basah itu. Kalau celana dalam itu tidak ada, pasti penisku sudah menerobos lobang vagina perawan Ajeng. Dengan gerakan tusuk-tusuk itu, Ajeng makin mengelinjang. Aku sudah tidak mencium bibirnya, dia lebih memilih menggerak-gerakkan kepalanya sesuai goyangan selangkangannya sambil mengeluarkan suara-suara lenguhan.

“Ahh.. Ahh.. Ah…”.

Aku makin tidak tahan, aku meraba selangkangannya dari luar celana dalamnya. Hmmm.. basah sekali disitu. Aku nekat, aku menarik pinggir celana dalamnya sehingga vaginanya terbuka lebar, Aku gesekkan penisku ke belahan vagina Ajeng.

“Akhhhhh.. Akh… Akhh..” Ajeng makin mengelinjang.

Aku coba menusuk penis kevaginanya sedikit keras.

“Aduh !!!” teriak Ajeng dan tangannya mendarat dipipiku “Plak !!”.

Ajeng mendorong tubuhku kuat-kuat.

“Rian kamu jahat !!!” pekiknya kemudian mulai menangis.

“Maafin aku Ajeng, aku kira kamu juga mau” kilahku.

“Rian jahat, kita harusnya gak boleh melakukan ini” katanya sambil menangis.

“Maafin aku Ajeng, aku khilaf. Aku terbawa nafsu” jawabku.Ajeng menutup mukanya sambil menangis.

Hmmn…. aku menarik nafas menyesal. Aku duduk disebelahnya mencoba untuk mengelus kepalanya, tapi tanganku ditepis. Akhirnya aku hanya duduk terdiam.Setelah beberapa lama, tangis Ajeng mereda, dia mulai membenahi bra dan pakaiannya, kemudian berkata

“Ayo kita pulang..” Dia mengatakan itu dengan muka marah.

Aku yang dibebani rasa bersalah mulai berkemas. Sepanjang perjalanan Ajeng hanya

terdiam dengan wajah muram sedikit marah. Akupun terdiam takut memancing kemarahan Ajeng lebih besar. Di puncak pass, aku berhenti.

“Ajeng, kita makan dulu ya, dari tadi kita belum makan” ajakku ke Ajeng.

Tapi Ajeng hanya membuang muka kepadaku. Akhirnya aku keluar mobil untuk membeli makanan kecil dan minuman.

“Ajeng, aku minta maaf soal tadi siang. maaf ya…. Sekarang please makan dulu ya, kita belum makan dari tadi siang” kataku ke Ajeng.

Ajeng hanya terdiam.Aku bukakan makanan dan aku taruh di depannya. Aku tidak mau memaksa, takut Ajeng tambah marah. Aku memakan makananku sampai habis, aku lapar sekali.

“Ajeng… aku bener-bener minta maaf, please maafin aku ya” kataku.

Ajeng memandangku tajam.

“Maaf ya…” ulangku.

Ajeng menghela nafas, kemudian berkata kecil

“Iya aku maafin……”.

Aku terseyum kecil agak dipaksakan, kemudian aku pegang tangannya dan berkata lagi. “Aku nyesel banget, maafin aku ya udah kurang ajar sama kamu. Sekarang aku mohon kamu makan dulu ya” kataku.

Ajeng cuma tersenyum kecil sambil menggenggam tanganku. Kemudian dia mulai memakan makanannya. Selesai makan dan minum, Ajeng terdiam lagi merenung. Aku sungguh merasa tidak enak.

“Ajeng, ada masalah lagi ?” tanyaku.

Ajeng menggigit bibir bawahnya sambil menatapku. Tangannya ditekuk menutupi dadanya. Kemudian dia mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berkata pelan.

“Rian, aku mau yang kayak tadi siang lagi….”Aku sungguh terkejut.

“Apa ???” tanyaku tercengang.

“Ya udah kalo gak mau” katanya ketus kemudian membalik badan membelakangiku.

Aku shock, terdiam, kemudian menstater mobilku. Aku mengarahkan mobilku ke hotel yang ada didekat situ. Selama mendaftar untuk check in sampai kamar tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua. Setelah pintu kututup, kami langsung berpelukan dengan erat.

“Ajeng, sebenarnya aku sayang banget sama kamu” kataku di telinganya.

“Aku juga sayang kamu Rian” jawabnya lemah.

Aku mengecup bibirnya, Ajeng membalas ciumanku. Tanpa canggung kali ini. Ciuman kami makin panas, ditambah aku juga meremas-remas payudaranya.

“Hmnmm.. Hmmm..” lenguh Ajeng tertahan.

Aku mengangkat tubuh Ajeng dan aku rebahkan ditempat tidur. Posisi kami sama seperti waktu di sofa, Ajeng terlentang dengan paha terbuka dan aku menindih diatasnya. Ciuman kami teruskan. Aku mencoba melepas kait bra, tapi Ajeng bertindak lebih. Ajeng membuka kausnya. Aku melepaskan kait branya saat Ajeng melengkungkan tubuhnya keatas, kemudia bra itu aku buang ke lantai. Aku murai meremas-remas payudara Ajeng sambil menciuminya hebat. Kadang-kadang aku menjilati lehernya. Ajeng cuma melenguh saat aku memainkan pentil payudaranya. Ajeng berusaha membuka kausku, aku bantu dia dan membuang kaus itu ke lantai. Sekarang kami sudah setengan telanjang. Aku menciumi Ajeng lagi, sekarang kami sudah kontak kulit langsung dibagian atas tubuh. Aku mulai menyedot-nyedot payudaranya.

“Agh,.. agh…. aghk…” lenguhnya merespon sedotanku.

Nafsuku sudah pol keubun-ubun, aku mencoba membuka rok yang menggangu itu. Ajeng membantu dengan mengangkat pinggulnya. Saat menurunkan rok itu, aku sekaAjengn menurunkan celana dalamnya. Aku berdebar, takut Ajeng marah lagi. Tapi dia tersenyum, Hmm… dia tersenyum dengan keadaan bugil !Aku naik keatas untuk menciumnya lagi,

tapi ternyata Ajeng lebih tertarik untuk membuka kancing celanaku.

“Yan buka dong, masa aku aja” katanya.

Aku berdiri dan melepaskan celana panjang dan celana dalamku. Saat aku kembali Ajeng terlentang dengan mengatupkan pahanya. Aku berusaha membuka pahanya, dia malah tertawa.

“Mau apa ?” katanya menggoda.

“he..he..he..” tawaku.

tapi akhirnya dia membuka pahanya juga. Kemudian aku menempatkan diri diantara kedua paha itu. Kemudian aku menggesek-gesekkan penisku dipermukaan vaginanya.

“ehhh…ehh…” lenguh tertahan Ajeng pelan.

“Ajeng… aku masukin ya..” pintaku lembut.

Ajeng cuma mengangguk kecil sambil menggigit bibir bawahnya.

“Nanti agak sakit kayak tadi, tapi cuma sebentar kok” kataku menenangkan dia yang terlihat gugup.

“Pelan-pelan ya Yan..” katanya.

Aku mengarahkan penisku ke vaginanya. Kemudian perlahan aku mulai mendorong penisku.

“aaaakh…” rintih Ajeng

“sakit yan”

Aku menarik kembali kemudian perlahan mendorongnya lagi, kali ini lebih dalam.

“sakiiiiitt…..” rintih Ajeng pelan.

Sebenarnya aku kasihan, tapi bagaimana lagi, vagina Ajeng sempit sekali dan agak kering karena dia gugup. Akhirnya aku dorong kuat.

“AKHHHH…” teriak Ajeng.

“Sakit Yan….”.

Tapi penisku sudah masuk semua. Aku diamkan penisku supaya Ajeng tenang dulu. Aku mulai menciuminya dan meremas-remas payudaranya. Setelah beberapa lama sepertinya sakitnya sudah hilang, badannya bergetar lagi dan lenguhannya mulai keluar “Ah…ah…ahhh…”.

Aku coba menggoyang penisku perlahan, vaginanya terasa mulai basah.

“Akh…akh..” lenguh Ajeng.

Yang sekarang menutup matanya. Merasa vaginanya sudah cukup basah, aku mulai menggoyang penisku lebih cepat. Ajeng hanya menggigit bibir bawahnya sambil menggerak-gerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Bahkan sekali-sekali tangannya memegang pantatku membantu menekan penisku kedalam vaginanya. Setelah beberapa lama dalam posisi itu, aku coba bangkit.

“aaa… Rian mo kemana ?” kata Ajeng sambil memelukku erat.

Matanya memandangku dengan tatapan tidak rela.

“Ganti posisi ya biar enak” kataku.

“Gini aja yan, aku pengen dipeluk…please…” katanya memohon.

Aku mengurungkan niatku dan memeluknya kembali dan memulai mengeluar masukkan penisku divaginanya, mungkin Ajeng memang perlu dipeluk supaya tenang. Maklum ini pertama kalinya buat dia.

Setelah sekian lama, aku mau mencoba gaya lain. Aku mengangkat badanku kembali

“Rian mo kemana ?” katanya lagi dengan nada lebih tinggi.

Aku tetap mengangkat tubuhku, tubuh Ajeng ikut terangkat karena dia memelukku kuat. Akhirnya aku memilih untuk posisi duduk saja, dengan Ajeng diatas panggkuanku. Aku mulai menggoyang pinggulku.

“Ajeng… ikut goyang ya, biar enak” kataku ke Ajeng.

Ajeng mulai menggoyang pinggulnya.

“Enak yan….” katanya dengan menggoyang pinggulnya lebih kencang.

He..he..he.. kayaknya karena pinggulnya bebas dia menggoyang sesuai arah yang dia mau. Akhirnya aku rebahkan tubuhku menjadi terlentang. Ajeng tetap menegakkan badannya dengan tanggannya menahan didadaku. Sekarang Ajeng menaik turunkan tubuhnya, menghujamkan penisku ke vaginanya. Kadang-kadang dia memutar pinggulnya, sepertinya dia sudah mulai menemukan titik-titik nikmat vaginanya sendiri Tak lama Ajeng ambruk ke dadaku.

“Aduh yan enak banget, tapi aku capek banget” katanya ngos-ngosan.

Kemudian aku membalikkan tubuhnya supaya terlentang. Kini kembali aku diatasnya. Aku mulai menggenjot Ajeng lagi. Kali ini pinggulnya Ajengr sekali.

“Hgh..Hgh..Hgh….” lenguhnya dan tiba-tiba dia memelukku erat

“AKHHHHH…..”pekiknya.

Ajeng mencapai orgasme pertamanya.Aku menghentikkan goyanganku, memberikan Ajeng kesempatan menikmati orgasmenya. Perlahan pelukkannya di lepas dan tangannya direntangkan.

“Rian aku udah…” katanya pelan.

Aku cuma terseyum. Wah emang perawan ting-ting…

“Sedikit lagi ya Ajeng…” pintaku halus.

Dia cuma mengangguk pelan. Aku mulai mengoyang pinggulku lagi. Kali ini Ajeng benar-benar diam tak bergerak, wah habis puas gak mau bantu aku nih Tapi karena vaginanya licin sekali, tak lama kemudian aku sudah tidak tahan. Aku cabut penisku dan memyemprotkan spermaku diatas perutnya.

“He..he..he.. lucu..” tawanya sambil mengusap-usap spermaku diperutnya.

“Wah…. ” kataku.

“Ya udah kita bersihin dulu yuk” ajakku ke kamar madi.

Setelah membersihkan badan dari kamar mandi, aku tidur terlentang di tempat tidur masih bugil. Ajeng yang masih bugil mengikutiku dan tidur diatas dadaku. Kemudian aku menarik selimut untuk kami berdua.

“Rian….” panggil Ajeng yang masih tidur didadaku pelan.

“Ya sayang…?” jawabku.

“Rian, kamu dah ngambil semuanya dari aku. Janji ya kamu mau nikahin aku” katanya manja.

Aku terseyum padanya dan berkata “Tentu aja sayang…”

kemudian aku mengecup keningnya. Kemudian kami berpelukan sampai tertidur.




Previous
Next Post »
Comments
1 Comments

1 comments:

Click here for comments
Thanks for your comment